TargetSelesai 1 Tahun, SMPN 1 Sleman Membangun Masjid Senilai Rp 1,5 M; Tanpa Prokes Vaksin Hanya Sia-sia, Buktinya Muncul Klaster Baru; Di Film Alang Alang, Putri Ayundia Mengaku Kesulitan Riset; Wisata Dibuka untuk Pulihkan Ekonomi Bantul TRIBUNPEKANBARUCOM, PEKANBARU - Kantor hukum EJAA dan rekan mengundurkan diri sebagai kuasa hukum PSPS Riau. Pengunduran diri ini dikarenakan sudah tak sejalan lagi. "Benar. Kita sudah AlIslami, Caligrafi, Mode and Collection's, Built to Bless from de-Jogja, Indonesia. Aturanwajib diperhatikan terutama di daerah dengan jumlah kasus dan penularan Covid-19 masih tinggi. Dalam edaran disebutkan, shalat Idul Adha bisa dilaksanakan di masjid, lapangan, atau ruangan dengan sebelumnya berkoordinasi dengan gugus tugas Covid-19. Permasalahanyang anda tanyakan di atas dapat dilihat dari 2 (dua) aspek, yaitu aspek hukum dan aspek etika. Pertama, aspek hukum. Dari segi hukum (fikih), kami belum menemukan satu dalil pun baik dari al-Qur'an maupun hadis yang secara tegas menjelaskan tentang larangan meletakkan al-Qur'an sejajar dengan kaki ketika membacanya. arti tanda merah di motor vario 125. Hukum Menghias Masjid Dengan Megah Hukum Menghias Masjid Dengan Megah Fri 14 February 2014 0612 Shalat > Masjid views Pertanyaan Assalamu'alaikum Wr. Wb. Ustadz,Apa hukum membangun masjid yang megah yang dipenuhi dengan ornamen dan hiasan yang mahal-mahal, bahkan ada sebagian ada yang hiasannya terbuat dari syariat Islam memandang masalah bermegahan dalam menghias masjid? Demikian, jazakallah atas penjelasannya Jawaban Ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ada dua istilah yang terkait dengan renovasi masjid yang seringkali dipahami orang secara terbolak-balik. Kedua istilah itu adalah tasy-yid al-masjid dan tazyin al-masjid. Keduanya berbeda, baik dari segi pengertian dan juga dari segi hukumnya. A. Tasy-yid Al-Masjid 1. Pengertian Kita mengenal istilah tasy-yid al-masjid ุชุดูŠูŠุฏ ุงู„ู…ุณุฌุฏ, yang merupakan istilah dalam bahasa Arab, berasal dari kata dasar syayyada yusyayyidu tasy-yidan ุดูŠู‘ุฏ - ูŠุดูŠู‘ุฏ - ุชุดู’ูŠูŠุฏุง. Pengertian istilah ini dalam bahasa Indonesia adalah membangun ulang, merenovasi atau merekonstruksi ulang. Sehingga istilah tasy-yid al-masjid bisa kita artikan sebagai upaya untuk memperbaiki, merekosntruksi, atau merenovasi sebuah majis. Merenovasi masjid bisa saja kecil-kecilan, tanpa mengubah apapun, baik bentuk maupun struktur bangunan, kecuali hanya memastikan semua kelengkapan masjid berfungsi dengan baik. Tetapi merenovasi masjid juga tetapi bisa bisa bermakna lebih luas yaitu renovasi total. Renovasi total bisa saja melakukan perubahan struktur bangunan, penambahan luas, dan juga termasuk dalam arti merobohkan bangunan lama dan membangun kembali dari awal. Semua termasuk dalam kategori tasy-yid al-masjid. 2. Hukum Seluruh ulama sepakat membolehkan tindakan merenovasi masjid, karena renovasi masjid termasuk ke dalam bagian memakmurkan masjid. Dan memakmurkan masjid adalah salah satu perintah Allah SWT yang telah ditetapkan pensyariatannya di dalam Al-Quran Al-Kariem ุฅูู†ู‘ูŽู…ูŽุง ูŠูŽุนู’ู…ูุฑู ู…ูŽุณูŽุงุฌูุฏูŽ ุงู„ู„ู‘ู‡ู ู…ูŽู†ู’ ุขู…ูŽู†ูŽ ุจูุงู„ู„ู‘ู‡ู ูˆูŽุงู„ู’ูŠูŽูˆู’ู…ู ุงู„ุขุฎูุฑู ูˆูŽุฃูŽู‚ูŽุงู…ูŽ ุงู„ุตู‘ูŽู„ุงูŽุฉูŽ ูˆูŽุขุชูŽู‰ ุงู„ุฒู‘ูŽูƒูŽุงุฉูŽ ูˆูŽู„ูŽู…ู’ ูŠูŽุฎู’ุดูŽ ุฅูู„ุงู‘ูŽ ุงู„ู„ู‘ู‡ูŽ ููŽุนูŽุณูŽู‰ ุฃููˆู’ู„ูŽู€ุฆููƒูŽ ุฃูŽู† ูŠูŽูƒููˆู†ููˆุงู’ ู…ูู†ูŽ ุงู„ู’ู…ูู‡ู’ุชูŽุฏููŠู†ูŽ Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut kepada siapapun selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. QS. At-Taubah 18 Selain ayat di ayat, dasar masyruโ€™iyah renovasi masjid juga berlandaskan apa yang dilakukan oleh Umar bin Al-Khattab dan Utsman bin Al-Affan radhiyallahuanhuma. Meski Rasulullah SAW tidak pernah melakukan renovasi masjid, namun kedua shahabat beliau yang berposisi sebagai amirul-mukminin, dalam masa pemerintahan masing-masing melakukan renovasi. Tentu kalau Rasullah SAW tidak merenovasi masjid, karena saat itu belum ada alasan yang kuat dan menjadi pendorong. Sedangkan di masa kedua khalifah, ada kebutuhan untuk memperluas bangunan, terkait dengan semakin membeludaknya jamaah di masjid, atau juga karena kebutuhan lainnya. B. Tazyin Al-Masjid 1. Pengertian Secara bahasa, kata tazyin dalam bahasa Arab adalah bentuk masdar dari kata dasar zayyana yuzayyinu tazyinan ุฒูŠู‘ู† - ูŠู‹ุฒูŠูู‘ู† - ุชุฒู’ูŠููŠู†ุง. Artinya adalah memberi hiasan agar terlihat menjadi indah dipandang mata. Di dalam Al-Quran Al-Karim, Allah SWT berfirman ูŠูŽุง ุจูŽู†ููŠ ุขุฏูŽู…ูŽ ุฎูุฐููˆุงู’ ุฒููŠู†ูŽุชูŽูƒูู…ู’ ุนูู†ุฏูŽ ูƒูู„ู‘ู ู…ูŽุณู’ุฌูุฏู ูˆูƒูู„ููˆุงู’ ูˆูŽุงุดู’ุฑูŽุจููˆุงู’ ูˆูŽู„ุงูŽ ุชูุณู’ุฑููููˆุงู’ ุฅูู†ู‘ูŽู‡ู ู„ุงูŽ ูŠูุญูุจู‘ู ุงู„ู’ู…ูุณู’ุฑููููŠู†ูŽ Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki mesjid , makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan . Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. QS. Al-Aโ€™raf 31 Kata tazyin ุชูŽุฒู’ูŠููŠู† adalah kosa kata dalam bahasa Arab, yang bermakna ุงุณู’ู…ูŒ ุฌูŽุงู…ูุนูŒ ู„ููƒูู„ ุดูŽูŠู’ุกู ูŠูุชูŽุฒูŽูŠู‘ูŽู†ู ุจูู‡ู Kata yang mencakup segala hal yang terkait dengan sesuatu yang dihias Istilah tazyinul-masjid secara bebas bisa diterjemahkan dengan istilah menghias masjid. Namun sebagian dari para ulama memahami istilah tazyinul-masjid ini bukan sekedar dalam makna membuat masjid yang indah atau sekedar menghiasnya, tetapi sudah sampai kepada titik berlebih-lebihan dalam menghiasnya. 2. Hukum Masalah menghias masjid memang diperselisihkan para ulama di masa lalu. Namun perselisihan mereka berangkat dari kenyataan bahwa hiasan itu sangat mahal, karena terbuat dari ukiran kaligrasi dan aksesorisnya yang terbuat dari emas dan perak. Hiasan seperti itu tentu sangat mahal harganya, bahkan untuk ukuran seorang penguasa sekalipun. Adapun hiasan yang biasa kita lihat di masjid-masjid di sekeliling kita ini, tidak lain hanya terbuat dari cat tembok. Indah memang, tetapi hanya imitasi belaka, bukan emas dan perak seperti di masa lalu. Kalau hanya berupa kaligrafi dengan cat tembok, rasanya tidak ada nash yang secara langsung melarangnya. Sebaliknya, bila hiasan itu sampai menghabiskan dana yang teramat mahal, karena harus menghabiskan emas berton-ton, banyak para ulama di masa lalu yang memakruhkannya, bahkan juga tidak sedikit yang sampai mengharamkannya. Awalnya masalah tazyinul masjid ini tidak pernah terangkat menjadi perbedaan pendapat, karena umumnya masjid di masa Rasulullah SAW dan di masa para shahabat, didirikan dengan amat bersahaja dan sederhana. Hanya sebagiannya yang beratap, itu pun hanya berupa daun kurma. Alasnya bukan marmer, tetapi tanah atau pasir. Tiangnya bukan beton tetapi hanya batang-batang kurma. Dan hal itu terjadi hingga masa Al-Khulafaโ€™ Ar-Rasyidun. Barulah pada masa khilafah Al-Walid bin Abdil Malik, masjid-masijd dihias dengan berlebihan, yaitu dengan ukiran kaligrafi dari emas dan kalau dihitung jumlahnya, bisa mencapai ratusan kilogram bahkan sampai berton emas dan perak. Jadi harganya memang terlalu amat sangat mahal sekali. Realitas ini kemudian disimpulkan oleh sebagian ulama sebagai isyarat tidak bolehnya kita menghias masjid dengan hiasan yang mewah. Bahkan oleh sebagiannya dianggap bidโ€™ah, buang harta dan haram. Namun masalah ini memang sejak awal termasuk masalah khilaf pada fuqaha. Bahkan ke-empat imam mazhab utama pun tidak seragam pendapatnya. C. Naqsy Al-Masjid Selain itu juga ada istilah-istilah khusus yang secara lebih sempit sering digunakan, terkait dengan istilah tazyinul-masjid, misalnya istilah naqsy dan lainnya. 1. Pengertian Naqsy Istilah an-naqsy ุงู„ู†ู‚ุด adalah kosa kata dalam bahasa Arab, yang maknanya membuat gambar, ukiran atau motif yang timbul. Contoh mudah naqsy ini adalah stempel yang biasa digunakan untuk mengesahkan surat. Karet stempel itu diukir sedemikian rupa sehingga tulisan atau gambarnya menjadi timbul. Stempel yang merupakan naqsy ini dimiliki oleh Rasulullah SAW berbentuk cincin namun berfungsi untuk mengesahkan surat resmi yang beliau kirim kepada para penguasa dunia. Cincin beliau SAW itu tidak lain adalah stempel, bertuliskan tiga lafadz suci Muhammad Rasul Allah ู…ุญู…ู‘ุฏ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡, maknanya adalah Muhammad utusan Allah. Karena ketiga lafadz ini tergolong suci, maka setiap kali beliau masuk ke WC, untuk menghormati lafadz yang suci ini, beliau SAW melepas cincin itu terlebih dahulu. Selain stempel Rasulullah SAW, para khalifah pengganti beliau dalam kedudukan sebagai kepala negara pun juga memilikinya. Abu Bakar radhiyallahuanhu memiliki stempel yang bertuliskan niโ€™mal qadiru Allah ู†ุนู… ุงู„ู‚ุงุฏุฑ ุงู„ู„ู‡ yang bermakna Allah sebaik-baik penentu atau penguasa. Amirul Mukminin radhiyallahuanhu juga memiliki stempel kenegaraan. Stempel Umar bertuliskan lafadz kafa bil-mauti waโ€™iza ูƒูู‰ ุจุงู„ู…ูˆุช ูˆุงุนุธุง, yang maknanya cukuplah kematian itu menjadi pengingat. Stempel Amirul Mukminin Utsman bin Al-Affan radhiyallahuanhu bertuliskan lafadz latashbiranna au latandamanna ู„ุชุตุจุฑู†ู‘ ุฃูˆ ู„ุชู†ุฏู…ู†ู‘. Maknanya bersabarlah atau kamu akan rugi. Sedangkan stempel Ali bin Abi Thalib bertuliskan lafadz al-mulku lillah ุงู„ู…ู„ูƒ ู„ู„ู‡ , yang maknanya Kerajaan itu milik Allah. 2. Hukum Naqsy Masjid Para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan menghias masjid dengan ukiran yang timbul, atau an-naqsy. a. Jumhur Ulama Makruh Jumhur ulama seperti mazhab Al-Malikiyah, Asy-Syafiโ€™iyah dan Al-Hanabilah sepakat memakruhkan tindakan ini, dengan dasar hukum bahwa an-naqsy ini termasuk kategori bermewah-mewah dalam tingkat yang dianggap sudah berlebihan. Barangkali an-naqsy di masa itu selain sulit dikerjakan, juga terbilang sangat mahal. Karena lazimnya naqsy ini adalah membuat ukiran timbul yang terbuat dari emas atau logam-logam mulia. Sehingga tindakan seperti itu dianggap berlebihan dan buang-buang biaya. Sedangkan landasan nash yang mereka jadikan sebagai dasar untuk memakruhkan adalah hadits berikut ini ู„ุงูŽ ุชูŽู‚ููˆู…ู ุงู„ุณู‘ูŽุงุนูŽุฉู ุญูŽุชู‘ูŽู‰ ูŠูŽุชูŽุจูŽุงู‡ูŽู‰ ุงู„ู†ู‘ูŽุงุณู ูููŠ ุงู„ู’ู…ูŽุณูŽุงุฌูุฏู Tidak akan terjadi hari kiamat kecuali bila orang-orang telah bermewah-mewah dalam masjid HR. Abu Daud dan Ibnu Majah b. Al-Hanafiyah Tidak Makruh Sedangkan mazhab Al-Hanafiyah tidak memakruhkan tindakan nasqy pada masjid. Dan termasuk yang berpendapat seperti ini adalah Ibnu Wahab dan Ibnu Nafiโ€™ dari kalangan mazhab Al-Malikiyah, dan sebagian ulama mazhab Asy-Syafiโ€™iyah, apabila nasy itu sedikit saja. 3. Sebab Kemakruhan Makruh yang ditetapkan oleh jumhur ulama ini karena setidaknya ada dua alasan a. Tidak Amanah Penyebab makruhnya naqsy pada masjid adalah karena akan menyebabkan tersia-siakannya amal jariyah umat Islam, dari yang seharusnya untuk membiayai hal-hal yang lebih produktif dan menempati skala prioritas utama, menjadi sekedar untuk hal-hal yang kurang produktif dan bukan prioritas. Sehingga akan berdampak pada kurang berlipatnya pahala orang yang menafkankan hartanya buat masjid tersebut. Jadi intinya menurut jumhur ulama, bahwa harta yang telah orang-orang berikan untuk masjid, baik infaq biasa atau wakaf, tidak layak untuk sekedar dibelanjakan buat berbagai hiasan yang megah dan mahal-mahal. Tetapi seharusnya untuk kepentingan yang memang nyata dibutuhkan dalam operasional masjid, yang langsung dirasakan manfaatnya oleh umat Islam. Namun jumhur ulama tidak memakruhkan apabila dana yang digunakan untuk itu adalah dana pribadi langsung. Misalnya seseorang memang sengaja membangun masjid dengan dana pribadi, bukan dengan dana yang dikumpulkan dari orang lain atau dari masyarakat, maka bila dia berkeinginan membangunnya dengan megah, penuh dengan ukiran dan hiasan-hiasan yang mahal, hukumnya tidak menjadi makruh. Dan mestinya, bila orang yang mewakafkan hartanya memang tahu persis bahwa dana yang diberikannya untuk masjid itu bertujuan sekedar untuk membuat naqsy yang tidak terlalu produktif, dan dia rela serta tidak merasa dirugikan, tentu tidak menjadi masalah juga. b. Menggangu Konsentrasi Kedua, makruhnya naqsy disini karena faktor takut akan memecah konsentrasi jamaah yang sedang shalat. Dikhawatirkan mereka akan sibuk memandangi dan mengagumi ukiran dan hiasan yang mewah itu, sehingga boleh jadi malah tidak bisa fokus dalam mengerjakan shalat. Oleh karena itu, jumhur ulama membedakan antara naqsy yang dibuat di arah kiblat dengan yang bukan di arah kiblat. Kemaruhannya hanyalah apabila naqsy ini dibuat di arah kiblat jamaah shalat, seperti di mihrab imam, atau diarah dinding depan dari jamaah shalat. Sebab meski disunnahkan dalam shalat harus menundukkan pandangan, namun tetap saja besar kemungkinan orang-orang yang sedang shalat akan teralihkan perhatiannya ke arah depan wajah mereka. Sebaliknya, bila naqsy itu dibuat bukan di arah kiblat, atau dalam kata lain, tidak sampai mengalilhkan konsentrasi orang yang sedang shalat, maka tidak ada kemakruhan di dalamnya. c. Menyalahi Sunnah Nabi Pendapat yang memakruhkan naqsy ini juga punya dalil yang lain, yaitu menghias masjid dengan gemerlap tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para shahabat beliau. Masjid di masa mereka sama sekali sepi dari berbagai macam perhiasan yang mahal dan merusak konsentrasi jamaah. Namun tidak mengurangi nilai kemuliaan dan keutamaan masjid-masjid itu sampai sekarang ini. Maka kalau di masa sekarang ada keinginan agar masjid itu menjadi mulia dan punya kedudukan yang tinggi, bukan dengan jalan membuat perhiasan yang mewah, melainkan dengan cara menjadikan masjid itu sebagai pusat aktifitas dan kegiatan masyarakat. Jadi bukan bangunannya yang diurus, tetapi bagaimana mengurus sumber daya manusianya. Hal itu sejalan dengan firman Allah SWT ูููŠู‡ู ุฑูุฌูŽุงู„ูŒ ูŠูุญูุจู‘ููˆู†ูŽ ุฃูŽู† ูŠูŽุชูŽุทูŽู‡ู‘ูŽุฑููˆุงู’ ูˆูŽุงู„ู„ู‘ู‡ู ูŠูุญูุจู‘ู ุงู„ู’ู…ูุทู‘ูŽู‡ู‘ูุฑููŠู†ูŽ Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih. QS. At-Taubah 108 Dan juga sejalan dengan sabda Rasulullah SAW, yang lebih mengutamakan penyebutan orang yang hati nya bergelantungan atau terpaut selalu dengan masjid. Dalam hal ini Beliau SAW sama sekali tidak menyebut-nyebut tentang arti dan nilai kemegahan suatu masjid dari sudut pandang keindahan bangunan dan aneka ragam hiasannya. Tetapi yang beliau sebut adalah sumber daya manusianya, yang dikatakan terpaut dengan masjid. Rasulullah SAW bersabda ุณูŽุจู’ุนูŽุฉูŒ ูŠูŽุธูู„ู‘ูู‡ูู…ู ุงู„ู„ู‡ู ูููŠ ุธูู„ูู‘ู‡ู ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ู„ุงูŽ ุธูู„ู‘ูŽ ุฅูู„ุงู‘ูŽ ุธูู„ู‘ูู‡ ุฅูู…ูŽุงู…ูŒ ุนูŽุงุฏูู„ูŒ ูˆูŽุดูŽุงุจูŒ ู†ูŽุดูŽุฃูŽ ููŠู ุทูŽุงุนูŽุฉู ุงู„ู„ู‡ู ูˆูŽุฑูŽุฌูู„ูŒ ู‚ูŽู„ู’ุจูู‡ู ู…ูุนูŽู„ู‘ูŽู‚ูŒ ุจูุงู„ู…ูŽุณูŽุงุฌูุฏู ... Ada tujuh golongan yang Allah akan menaungi mereka pada hari yang tiada naungan melainkan naungan-Nya, yaitu pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dengan beribadat kepada Allah dan laki-laki yang hatinya terpaut dengan masjid. HR. Bukhari dan Muslim Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc., MABaca Lainnya Dosa Riba Setara Berzina Dengan Ibu Kandung Sendiri? 13 February 2014, 0032 Muamalat > Riba viewsBeda Pajak dengan Zakat 12 February 2014, 0406 Zakat > Pengertian Zakat dan Batasannya viewsAdakah Ahli Waris Pengganti? 11 February 2014, 0601 Mawaris > Ahli waris viewsOrang Tua Non-Muslim, Apakah Wajib Menafkahi Mereka? 10 February 2014, 0612 Umum > Hukum viewsImam Terlalu Lama, Bolehkah Mufaraqah? 9 February 2014, 0502 Shalat > Makmum viewsWajibkah Seorang Anak Memberi Nafkah Kepada Orang Tuanya? 8 February 2014, 1300 Pernikahan > Hak dan kewajiban viewsApa Yang Disebut Satu Kali Susuan? 7 February 2014, 1017 Pernikahan > Mahram viewsTayammum Sampai Siku Atau Pergelangan Tangan? 6 February 2014, 0630 Thaharah > Tayammum viewsBolehkah Kita Sepakat Tidak Pakai Hukum Waris? 4 February 2014, 0603 Mawaris > Masalah terkait waris viewsHaruskah Tayammum Lagi Tiap Mau Shalat? 3 February 2014, 0601 Thaharah > Tayammum viewsHukum-hukum Terkait Najis 2 February 2014, 1350 Thaharah > Najis viewsWasiat Orang Tua Bertentangan Dengan Hukum Waris 1 February 2014, 0520 Mawaris > Masalah terkait waris viewsHaruskah Berwudhu Dengan Air Dua Qulah? 31 January 2014, 1200 Thaharah > Air viewsTahun Baru Imlek dan Angpau 30 January 2014, 0626 Kontemporer > Fenomena sosial viewsBolehkah Menjama' Shalat Karena Sakit? 29 January 2014, 0630 Shalat > Shalat Jama viewsBolehkah Foto Paspor Tanpa Jilbab? 28 January 2014, 0616 Wanita > Pakaian viewsHukum Mengenakan Cadar, Wajibkah? 27 January 2014, 0500 Wanita > Pakaian viewsMasih Berhakkah Anak Murtad atas Warisan Ayahnya yang Muslim? 26 January 2014, 0635 Mawaris > Masalah terkait waris viewsJual Beli Dua Harga Haram, Bagaimana dengan Kredit? 25 January 2014, 0610 Muamalat > Jual-beli viewsAnak Meninggal Lebih Dulu Dari Ayah, Apakah Anak itu Dapat Warisan? 24 January 2014, 1200 Mawaris > Hak waris viewsTOTAL tanya-jawab 49,908,171 views Masjid Pangeran Diponegoro Komplek Balaikota Yogyakarta Oleh Ahmad Hasanuddin Umar * Disebagian lokasi tempat pelaksanaan ibadah shalat Ied, baik Idul Fitri maupun Idul Adha, saya pernah menemukan tempat shalat Imam lebih tinggi dari tempat shalat makmumnya, nampaknya panitia menyengaja membuat panggung khusus untuk sang Imam, biasanya ini terjadi jika shalat Ied diselenggarakan dilapangan. Bagaimanakah sesungguhnya hukum meninggikan tempat imam dengan menggunakan panggung khusus saat sang imam memimpin shalat Ied atau shalat pada umumnyaโ€ฆ??? Dalam kitab โ€œAhkaam al-Imaamah wa al-Iโ€™timaam fii as-Shalaahโ€ karya Syeikh Abdul Muhsin bin Muhammad al-Muniif, di halaman 271 ada pembahasan tentang persoalan yang akan diangkat dalam artikel ini. Al-Imam as-Syaafiโ€™iy dalam kitab al-Umm, juga para pendukungnya, seperti as-Syirazi dalam kitab al-Muhadzdzab atau al-Imam an-Nawawi dalam kitab al-Majmuโ€™ Syarh al-Muhadzdzab, termasuk ada riwayat Imam Ahmad yang disebutkan dalam kitab al-Mughni karya Ibnu Qudaamah al-Maqdisiy. mereka semua memandang bahwa menjadikan posisi Imam lebih tinggi dari posisi makmum adalah sesuatu yang dilarang, berdasarkan beberapa dalil berikut ini ; 1. Hadis riwayat Hammam yang dikeluarkan oleh Abu Dawud dalam Kitab as-Shalah Bab al-Imaam Yaquumu Makaanan Arfaโ€™ Min Makaani al-Qaum, dalam bahasa Indonesia artinya Posisi imam di tempat yang lebih tinggi dari makmum ; ุนูŽู†ู’ ู‡ูŽู…ู‘ูŽุงู…ู ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุญูุฐูŽูŠู’ููŽุฉูŽ ุฃูŽู…ู‘ูŽ ุงู„ู†ู‘ูŽุงุณูŽ ุจูุงู„ู’ู…ูŽุฏูŽุงุฆูู†ู ุนูŽู„ูŽู‰ ุฏููƒู‘ูŽุงู†ู ููŽุฃูŽุฎูŽุฐูŽ ุฃูŽุจููˆ ู…ูŽุณู’ุนููˆุฏู ุจูู‚ูŽู…ููŠุตูู‡ู ููŽุฌูŽุจูŽุฐูŽู‡ู ููŽู„ูŽู…ู‘ูŽุง ููŽุฑูŽุบูŽ ู…ูู†ู’ ุตูŽู„ูŽุงุชูู‡ู ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฃูŽู„ูŽู…ู’ ุชูŽุนู’ู„ูŽู…ู’ ุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ูู…ู’ ูƒูŽุงู†ููˆุง ูŠูู†ู’ู‡ูŽูˆู’ู†ูŽ ุนูŽู†ู’ ุฐูŽู„ููƒูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ ุจูŽู„ูŽู‰ ู‚ูŽุฏู’ ุฐูŽูƒูŽุฑู’ุชู ุญููŠู†ูŽ ู…ูŽุฏูŽุฏู’ุชูŽู†ููŠ. ุฑูˆุงู‡ ุฃุจูˆ ุฏุงูˆุฏ Artinya Dari Hammam bahwasanya Hudzaifah sedang mengimami masyarakat Mada`in di atas bangku panjang ditempat yang lebih tinggi, maka Abu Masโ€™ud menarik bajunya, dan ketika selesai melaksanakan shalat, Abu Masโ€™ud berkata; Tidakkah kamu tahu bahwa mereka dilarang untuk melaksanakan hal demikian shalat Imam ditempat yang lebih tinggi ? Dia menjawab; Ya, aku ingat ketika kamu menarik bajuku. HR. Abu Dawud Hadis ini jelas sekali menunjukkan adanya larangan meninggikan posisi Imam dari makmumnya, saat Huzaidah melakukannya, mengimami shalat ditempat yang lebih tinggi dari makmumnya, maka Abdullah bin Masโ€™ud seketika mengingkarinya dan Huzaifah sendiri menyadari dan mengakui kesalahannya. 2. Hadis Ammar bin Yaasirโ€™ radhiyallahu anhu yang dikeluarkan oleh Abu Dawud dalam Kitab Sunannya tepatnya dalam Kitab as-Shalaah pada Bab Posisi imam di tempat yang lebih tinggi dari makmum ; ุนูŽู†ู’ ุนูŽุฏููŠู‘ู ุจู’ู†ู ุซูŽุงุจูุชู ุงู„ู’ุฃูŽู†ู’ุตูŽุงุฑููŠู‘ู ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ููŠ ุฑูŽุฌูู„ูŒ ุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ูƒูŽุงู†ูŽ ู…ูŽุนูŽ ุนูŽู…ู‘ูŽุงุฑู ุจู’ู†ู ูŠูŽุงุณูุฑู ุจูุงู„ู’ู…ูŽุฏูŽุงุฆูู†ู ููŽุฃูู‚ููŠู…ูŽุชู’ ุงู„ุตู‘ูŽู„ูŽุงุฉู ููŽุชูŽู‚ูŽุฏู‘ูŽู…ูŽ ุนูŽู…ู‘ูŽุงุฑูŒ ูˆูŽู‚ูŽุงู…ูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ุฏููƒู‘ูŽุงู†ู ูŠูุตูŽู„ู‘ููŠ ูˆูŽุงู„ู†ู‘ูŽุงุณู ุฃูŽุณู’ููŽู„ูŽ ู…ูู†ู’ู‡ู ููŽุชูŽู‚ูŽุฏู‘ูŽู…ูŽ ุญูุฐูŽูŠู’ููŽุฉู ููŽุฃูŽุฎูŽุฐูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ูŠูŽุฏูŽูŠู’ู‡ู ููŽุงุชู‘ูŽุจูŽุนูŽู‡ู ุนูŽู…ู‘ูŽุงุฑูŒ ุญูŽุชู‘ูŽู‰ ุฃูŽู†ู’ุฒูŽู„ูŽู‡ู ุญูุฐูŽูŠู’ููŽุฉู ููŽู„ูŽู…ู‘ูŽุง ููŽุฑูŽุบูŽ ุนูŽู…ู‘ูŽุงุฑูŒ ู…ูู†ู’ ุตูŽู„ูŽุงุชูู‡ู ู‚ูŽุงู„ูŽ ู„ูŽู‡ู ุญูุฐูŽูŠู’ููŽุฉู ุฃูŽู„ูŽู…ู’ ุชูŽุณู’ู…ูŽุนู’ ุฑูŽุณููˆู„ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ูŠูŽู‚ููˆู„ู ุฅูุฐูŽุง ุฃูŽู…ู‘ูŽ ุงู„ุฑู‘ูŽุฌูู„ู ุงู„ู’ู‚ูŽูˆู’ู…ูŽ ููŽู„ูŽุง ูŠูŽู‚ูู…ู’ โ€“ ูˆููŠ ุฑูˆุงูŠุฉ ูู„ุง ูŠู‚ูˆู…ู†ู‘ูŽ- ูููŠ ู…ูŽูƒูŽุงู†ู ุฃูŽุฑู’ููŽุนูŽ ู…ูู†ู’ ู…ูŽู‚ูŽุงู…ูู‡ูู…ู’ ุฃูŽูˆู’ ู†ูŽุญู’ูˆูŽ ุฐูŽู„ููƒูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ ุนูŽู…ู‘ูŽุงุฑูŒ ู„ูุฐูŽู„ููƒูŽ ุงุชู‘ูŽุจูŽุนู’ุชููƒูŽ ุญููŠู†ูŽ ุฃูŽุฎูŽุฐู’ุชูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ูŠูŽุฏูŽูŠู‘ูŽ. ุฑูˆุงู‡ ุฃุจูˆ ุฏุงูˆุฏ Artinya Dari Adi bin Tsabit Al-Anshari telah menceritakan kepada saya seorang laki-laki yang pernah bersama Ammar bin Yasir sewaktu di Mada`in, ketika iqamat shalat telah dikumandangkan, Ammar maju untuk menjadi imam dan dia berdiri di atas bangku panjang, sementara para makmum berada di bawahnya, lalu Hudzaifah maju dan menarik tangan Ammar dan Ammar pun mengikutinya hingga dia diturunkan ditempat yang sejajar oleh Hudzaifah. Setelah Ammar selesai shalat, Hudzaifah berkata kepadanya; Apakah kamu belum pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda โ€œApabila seseorang mengimami suatu kaum, maka janganlah -sekali-kali- dia berdiri di tempat yang lebih tinggi dari tempat merekaโ€, atau semisal ucapan tersebut. Ammar berkata; Maka dari itu saya mengikutimu tatkala kamu menarik tanganku. HR. Abu Dawud Dalam hadis ini jelas sekali bagaimana sahabat Hudzaifah mengingkari perbuatan Ammar bin Yaasir yang mengimami suatu kaum ditempat yang lebih tinggi dari makmumnya, dengan mengutip perkataan Nabi yang berisi larangan tegas mengimami suatu kaum ditempat yang lebih tinggi dari mereka, dan Ammar pun mengakuinya, sebagaimana juga Huzaifah mengakui kekeliruannya ketika mengimami para makmum ditempat yang lebih tinggi saat dingatkan oleh Abdullah bin Masโ€™ud radhiyallahu anhu yang kisahnya disebutkan dalam hadis pertama. PENGECUALIAN SAAT IMAM BOLEH MENGIMAMI DITEMPAT YANG LEBIH TINGGI Larangan meninggikan tempat imam saat memimpin shalat ini menurut sebagian besar ulama tidak bersifat mutlak, ada pengecualiannya. Apa saja pengecualian yang dimaksudโ€ฆ??? Diantara pengecualian yang membolehkan meninggikan tempat Imam, adalah jika tujuan dari perbuatan tersebut dalam rangka untuk memberikan pengajaran li qashdi at-taโ€™liim kepada para makmum. Dalilnya adalah praktek Rasulullah shallallhu alaihi wa sallam, yang pernah mengimami shalat ditempat yang lebih tinggi posisinya dari para makmum, daat itu beliau mengimami shalat diatas mimbar, sebagaimana digambarkan dalam hadis riwayat Sahal bin Saโ€™ad berikut ini ; ุนู† ุณู‡ู„ ุจู† ุณุนุฏ ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ ู‚ุงู„ โ€ฆูˆูŽู„ูŽู‚ูŽุฏู’ ุฑูŽุฃูŽูŠู’ุชู ุฑูŽุณููˆู„ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ู‚ูŽุงู…ูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ููŽูƒูŽุจู‘ูŽุฑูŽ ูˆูŽูƒูŽุจู‘ูŽุฑูŽ ุงู„ู†ู‘ูŽุงุณู ูˆูŽุฑูŽุงุกูŽู‡ู ูˆูŽู‡ููˆูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ู’ู…ูู†ู’ุจูŽุฑู ุซูู…ู‘ูŽ ุฑูŽููŽุนูŽ ููŽู†ูŽุฒูŽู„ูŽ ุงู„ู’ู‚ูŽู‡ู’ู‚ูŽุฑูŽู‰ ุญูŽุชู‘ูŽู‰ ุณูŽุฌูŽุฏูŽ ูููŠ ุฃูŽุตู’ู„ู ุงู„ู’ู…ูู†ู’ุจูŽุฑู ุซูู…ู‘ูŽ ุนูŽุงุฏูŽ ุญูŽุชู‘ูŽู‰ ููŽุฑูŽุบูŽ ู…ูู†ู’ ุขุฎูุฑู ุตูŽู„ูŽุงุชูู‡ู ุซูู…ู‘ูŽ ุฃูŽู‚ู’ุจูŽู„ูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ู†ู‘ูŽุงุณู ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ูŠูŽุง ุฃูŽูŠู‘ูู‡ูŽุง ุงู„ู†ู‘ูŽุงุณู ุฅูู†ู‘ููŠ ุตูŽู†ูŽุนู’ุชู ู‡ูŽุฐูŽุง ู„ูุชูŽุฃู’ุชูŽู…ู‘ููˆุง ุจููŠ ูˆูŽู„ูุชูŽุนูŽู„ู‘ูŽู…ููˆุง ุตูŽู„ูŽุงุชููŠ. ุฑูˆุงู‡ ู…ุณู„ู… Artinya Dari Sahal bin Saโ€™ad radhiyallahu anhu ia berkata Aku melihat Rasulullah shallallahuโ€™alaihiwasallam shalat di atas mimbar itu. Lalu beliau bertakbir, maka orang-orang pun bertakbir pula di belakangnya, sedangkan beliau masih di atas mimbar. Kemudian beliau bangkit dari rukuk, lalu turun sambil mundur sehingga beliau sujud di kaki mimbar. Kemudian beliau kembali pula ke atas mimbar hingga selesai shalat. Sesudah itu beliau menghadap kepada orang-orang lalu bersabda, Wahai sekalian manusia, aku melalukan ini supaya kalian semua mengikutiku, dan supaya kalian belajar cara shalatkuโ€™.โ€ HR. Muslim Dalam riwayat diatas, sangat jelas sekali, apa alasan dari praktek Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengimami shalat diatas mimbar atau ditempat yang lebih tinggi dari makmum, coba perhatika oada bagian akhir hadis diatas, Rasulullah mengatakan โ€œWahai sekalian manusia, aku melalukan ini supaya kalian semua mengikutiku, dan supaya kalian belajar cara shalatkuโ€. Pengecualian bolehnya imam berada ditempat yang lebih tinggi dari makmumnya, selain untuk tujuan pengajaran, ada catatan lain dari Ibnu Qudamah al-Maqdisi sebagai pengecualian tambahan, yang membolehkan seseorang mengimami shalat ditempat yang lebih tinggi dari makmumnya. Menurut Ibnu Qudamah al-Maqdisiy dalam kitab al-Mughni Syarh Mukhtashar al-Kharaqi yang ditahqiq oleh Syeikh Abdullah bin Abdul Muhsin at-Turkiy dan Abdul Fattah al-Halawiy, larangan meninggikan tempat Imam dari makmumnya ini berlaku selama terlepas dari 3 keadaan dibawah ini; 1. Selama Bukan untuk tujuan memberikan pengajaran kepada para makmum tentang tata cara shalat yang benar. catatan saya jika untuk tujuan pengajaran, maka imam boleh saja shalat ditempat yang lebih tinggi ; 2. Selama seseorang berniat dari awal permulaan untuk shalat sendirian ditempat yang tinggi, kemudian ditengah-tengah shalatnya ada orang bermakmum kepadanya ditempat yang lebih rendah darinya, catatan saya maka keadaan ini menyebabkan bolehnya seorang imam shalat ditempat yang lebih tinggi dari makmumnya ; 3. Selama tidak dalam keadaan darurat karena sempitnya tempat shalat, atau tingginya posisi imam hanya sedikit, -misalnya hanya beberapa centimeter saja- catatan saya keadaan ini menyebabkan seorang imam dibolehkan mengimami shalat ditempat yang lebih tinggi dari makmumnya. Demikian pembahasan mengenai hukum shalat imam ditempat yang lebih tinggi dari makmumnya saya dalam artikel ringkas ini, semoga bermanfaat, saya berdoโ€™a semoga Allah subhanahu wa taโ€™aalaa senantiasa memberikan keberkahan, taufiq dan keselamatan kepada kita semua, dan kepada seluruh kaum muslimin dimanapun mereka berada. KESIMPULAN AKHIR 1. Seorang Imam tidak boleh dengan sengaja mengimami shalat jamaโ€™ah ditempat yang lebih tinggi dari tempat makmumnya. 2. Larangan ini tidak berlaku jika a. imam bertujuan memberikan pengajaran kepada orang yang belum tahu bagaimana tata cara dan gerakan shalat yang benar ; b. Tidak ada niat untuk menjadi Iman dan mengimami shalat ditempat yang lebih tinggi, tapi ditengah shalatnya tiba-tiba ada orang yang bermakmum kepadanya ditempat yang lebih rendah ; c. Karena keadaan darurat seperti tempat yang sangat sempit yang tidak mungkin dilakukan shalat berjamaโ€™ah kecuali jika imam terpaksa shalatnya ditempat yang lebih tinggi. [] AHU. *** *** Miliran ; Rabu, 08 Dzul Hijjah 1438 H * Penulis adalah Pengajar Bahasa Arab di P2B UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Pengajar Ushul Fiqih dan Ilmu Maqashid as-Syariโ€™ah di STIKES Surya Global Yogyakarta, Pengajar Ushul Fiqih dan Ulum al-Qurโ€™an di Ponpes Mahasiswa Taqwiin al-Muballighiin Yogyakarta, Khadim Masjid Pangeran Diponegoro Komplek Balaikota Yogyakarta. Tentang Ahmad Hasanuddin Umar Saya lahir pada tanggal 28 Jumadal Akhirah 1399 H bertepatan dengan 25 Mei 1979 M, di kampung Rawailat Desa Dayeuh kecamatan Cileungsi Bogor, dilingkungan keluarga yang alhamdulillah cukup religius, rumah tempat dimana saya dilahirkan, sekaligus berfungsi sebagai pesantren kecil, ada Masjid Jami' an-Nur juga Madrasah Diniyah an-Nur. Suasana keagamaan dilingkungan sekitar rumah sangat membekas dalam memori saya, setelah menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Rawailat, sekaligus di Madrasah Diniyah An-Nur Rawailat, saya melanjutkan Pendidikan di Madrasah Tsanawiyah An-Nizhamiyyah Cileungsi asuhan Drs. KH. Ahmad Marzuqi, setamat Tsanawiyah saya melanjutkan pendidikan ke Jawa Timur tepatnya di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar pimpinan KH. Ibrahim Thoyyib, setelah belajar selama kurang lebih satu tahun di Ponpes Wali Songo, kemudian saya pindah ke Pondok Modern Darussalam Gontor, hingga tammat sampai tahun 1998/1999, dalam asuhan Dr HC. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA, beserta KH. Hasan Abdullah Sahal dan KH. Shoiman Lukmanul Hakim. Setamat dari Gontor, saya menjalani masa pengabdian mengajar dan melanjutkan belajar menghapal al-Qur'an di Ponpes Darul Abrar Bone Sulawesi Selatan yang diasuh oleh KH. Anwar Harum, Lc dan Dr. KH. Muttaqien Said, MA, hingga bulan Juni tahun 2000. Pada tahun yang sama saya mendaftar kuliah di LIPIA dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan akhirnya saya berlabuh di UIN Jogja, mengambil Jurusan Tafsir Hadis, setelah selesai dari UIN, saya mengikuti program Akta IV di UII Universitas Islam Indonesia setelah selesai saya menempuh kuliah S1 lagi di MEDIU Medinah International University pada jurusan al-Qur'an wa Ulumuhu, sambil juga mengambil kuliah S2 Program Pascasarjana konsentrasi SQH Studi Qur'an dan Hadis. Saat ini, selain ikut terlibat mengelola Travel Haji & Umrah Lฤ Raiba, sekaligus sebagai pembimbing ibadah umrah, aktifitas sehari-hari saya ngajar di Ponpes Mahasiswa Takwฤซn Muballighฤซn, dan mengasuh kajian rutin di Majlis Kajian Kitab di masjid-masjid seputar Yogyakarta. Saya tinggal di Yogyakarta tepatnya di Bantul, bersama seorang istri dan 6 orang anak kami, Najwa Salma Hasan, Faruq Abdullah Hasan, Musa Abdullah Hasan, Bilal Abdullah Hasan, Naqiyya Sฤjidah Hasan, dan Najiyya Sฤjidah Hasanโ€ฆ.[] - Di Indonesia, pendirian rumah ibadah diatur oleh pemerintah. Mengingat Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki keberagaman agama, pengaturan ini dilakukan untuk menghindari konflik antarumat beragama. Pengaturan terkait tata cara pendirian rumah ibadah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah atau wakil kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum umat beragama, dan pendirian rumah ibadah. Pasal 13 ayat 1 menyatakan bahwa pendirian rumah ibadah harus berdasarkan pertimbangan dan keperluan nyata dengan memperhatikan komposisi jumlah penduduk, termasuk dalam pendirian Antar Masjid pada Umumnya Salah satu pendirian rumah ibadah adalah rumah ibadah umat muslim yaitu masjid. Umumnya tidak ada aturan pasti jarak antara masjid satu dengan yang lain karena hal ini dikembalikan kepada peraturan desa setempat. Penentuan aturan ini melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan ulama. Namun, sebagian besar jarak antara masjid satu dengan masjid yang lain minimal adalah 500 meter. Adat istiadat, hukum sosial, dan kontrol kebijakan masyarakat juga memengaruhi keberadaan bangunan masjid. Baca juga Gaya Arsitektur Bangunan Masjid di IndonesiaPengaturan pendirian bangunan masjid memakai istilah kewenangan domisili sekitar. Kewenangan domisili sekitar mengacu pada kecenderungan masyarakat, izin membuat bangunan, dan ketersediaan tanah. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Alquran. Membangun masjid meskipun berjarak dekat tetap dianjurkan selama dilandasi dengan takwa. Sebaliknya, apabila pembangunan masjid dilandasi untuk memecah persatuan umat, maka hukumnya adalah haram. Persyaratan Pendirian Rumah Ibadah Syarat yang dicantumkan dalam peraturan bersama menteri agama dan menteri dalam negeri dalam mendirikan rumah ibadah meliputi persyaratan teknis dan administratif, yaitu Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk atau KTP pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah atau kepala desa. Rekomendasi tertulis dari kepala kantor departemen agama kabupaten atau kota. Rekomendasi tertulis dari forum kerukunan umat beragama kabupaten atau kota. Referensi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. HUKUM SHALAT DI RUMAH BAGI ORANG YANG RUMAHNYA JAUH DARI MASJIDOleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin BazPertanyaan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya Saya tinggal di sebuah rumah yang letaknya jauh dari masjid. Dan saya merasa berat jika harus naik mobil untuk pergi ke masjid. Jika saya jalan kaki, kadang-kadang saya ketinggalan jamaโ€™ah. Dan perlu diketahui bahwa saya mendengar adzan dari rumah lewat pengeras suara. Dalam keadaan seperti ini, bolehkah saya shalat di rumah atau di rumah tetangga dengan berjamaโ€™ah bersama tiga atau empat orang ? Berikan fatwa kepada kami, semoga Allah Subhanahu wa Taโ€™ala membalas anda dengan Anda wajib shalat bersama saudara-saudara anda kaum muslimin di masjid dengan berjamaโ€™ah, apabila anda mendengar adzan dari rumah anda tanpa pengeras suara dan tidak ada sesuatu yang menghalangi suara adzan tersebut. Jika rumah anda jauh dari masjid sehingga anda tidak mendengar suara adzan yang tidak memakai pengeras suara, maka anda boleh shalat di rumah atau di rumah tetangga. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam kepada seorang laki-laki buta ketika minta izin kepada beliau untuk shalat di rumah. Kata beliau ู‡ูŽู„ู’ ุชูŽุณู’ู…ูŽุนู ุงู„ู†ูู‘ุฏูŽุงุกูŽ ุจูุงู„ุตูŽู‘ู„ูŽุงุฉู ุŒ ู‚ูŽุงู„ูŽ ู†ูŽุนูŽู…ู’ . ู‚ูŽุงู„ูŽ ููŽุฃูŽุฌูุจู’Apakah kamu mendengar suara adzan?. Orang itu menjawab Ya. Lalu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda Kalau begitu engkau wajib datang ke ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya dan lafalnya terdapat dalam soal di atas -pent.Juga berdasarkan sebuah hadits riwayat Ibnu Majah, Ad-Daruquthni, Ibnu Hibban dan Al-Hakim dengan sanad shahih yang menyatakan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ุณูŽู…ูุนูŽ ุงู„ู†ู‘ูุฏูŽุงุกูŽ ููŽู„ูŽู…ู’ ูŠูŽุฃู’ุชูู‡ู ููŽู„ูŽุง ุตูŽู„ูŽุงุฉูŽ ู„ูŽู‡ู ุฅูู„ู‘ูŽุง ู…ูู†ู’ ุนูุฐู’ุฑูโ€œBarangsiapa yang mendengar panggilan adzan, kemudian dia tidak datang ke masjid, maka tidak ada shalat baginya kecuali jika ada udzurโ€.Walaupun rumah anda jauh dari masjid, tapi anda tetap shalat berjamaโ€™ah di masjid, dengan berjalan kaki, meskipun meletihkan, atau anda naik mobil, maka hal itu lebih baik dan lebih utama bagi anda. Allah Subhanahu wa Taโ€™ala akan menulis langkah-langkah anda ketika anda pergi ke masjid dan ketika anda pulang, dengan syarat anda ikhlas dan berniat hanya karena Allah Subhanahu wa Taโ€™ala. Hal ini berdasarkan sebuah hadits, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada seorang laki-laki yang rumahnya jauh dari masjid Nabawi tapi dia tidak pernah ketinggalan shalat berjamaโ€™ah bersama Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada orang itu. ู„ูŽูˆู ุงุดู’ุชูŽุฑูŽูŠู’ุชูŽ ุญูู…ูŽุงุฑู‹ุง ุชูŽุฑู’ูƒูŽุจูู‡ู ููู‰ ุงู„ุธูŽู‘ู„ู’ู…ูŽุงุกู ูˆูŽููู‰ ุงู„ุฑูŽู‘ู…ู’ุถูŽุงุกู . ู‚ูŽุงู„ูŽ ู…ูŽุง ูŠูŽุณูุฑูู‘ู†ูู‰ ุฃูŽู†ูŽู‘ ู…ูŽู†ู’ุฒูู„ูู‰ ุฅูู„ูŽู‰ ุฌูŽู†ู’ุจู ุงู„ู’ู…ูŽุณู’ุฌูุฏู ุฅูู†ูู‘ู‰ ุฃูุฑููŠุฏู ุฃูŽู†ู’ ูŠููƒู’ุชูŽุจูŽ ู„ูู‰ ู…ูŽู…ู’ุดูŽุงู‰ูŽ ุฅูู„ูŽู‰ ุงู„ู’ู…ูŽุณู’ุฌูุฏู ูˆูŽุฑูุฌููˆุนูู‰ ุฅูุฐูŽุง ุฑูŽุฌูŽุนู’ุชู ุฅูู„ูŽู‰ ุฃูŽู‡ู’ู„ูู‰. ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ูŽู‘ู‡ู -ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…- ู‚ูŽุฏู’ ุฌูŽู…ูŽุนูŽ ุงู„ู„ูŽู‘ู‡ู ู„ูŽูƒูŽ ุฐูŽู„ููƒูŽ ูƒูู„ูŽู‘ู‡ู โ€œKenapa engkau tidak membeli seekor himar yang bisa engkau kendarai ketika engkau pergi ke masjid, terutama ketika cuaca sangat panas atau diwaktu malam yang gelap?. Orang itu menjawanb Aku tidak ingin rumahku dekat dengan masjid, karena aku ingin langkah-langkah kakiku dicatat, yaitu ketika aku pergi ke masjid dan ketika aku pulang ke rumah. Lalu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepadanya Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Taโ€™ala telah mengumpulkan memenuhi semua keinginanmu ituโ€ [HR Muslim][Disalin dari kitab Al-Fatawa Juz Tsani, Penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Edisi Indonesia Fatawa bin Baaz, Penerjemah Abu Abdillah Abdul Aziz, Penerbit At-Tibyan Solo] loading...Terkadang di beberapa masjid maupun musholla kita menemukan posisi imam lebih tinggi dari posisi makmum. Foto/dok Arizah Channel Tempat imam mihrab lebih tinggi dari makmum sering dipertanyakan apakah hukumnya boleh atau tidak. Terkadang di beberapa masjid maupun musholla kita menemukan posisi imam lebih tinggi dari posisi masjid ada yang menumpuk sajadah sehingga lebih tinggi, ada pula yang sengaja meninggikan lantainya. Bagaimana pandangan syariat terhadap hal ini? Menurut Ustaz Farid Nu'man Hasan, jika posisi imam lebih tinggi di atas posisi makmum, maka hukumnya makruh. Lebih tinggi dalam arti benar-benar tinggi. Baca Juga Apbila sekadar dilapisi tiga sajadah tidak terlalu berpengaruh, apalagi jika postur imamnya pendek, sementara makmumnya bertubuh tinggi. Yang seperti ini tidak ini berdasarkan hadits berikutู†ู‡ู‰ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุฃู† ูŠู‚ูˆู… ุงู„ุงู…ุงู… ููˆู‚ ุดุฆ ูˆุงู„ู†ุงุณ ุฎู„ูู‡ ูŠุนู†ูŠ ุฃุณูู„ ู…ู†ู‡ุŒ ุฑูˆุงู‡ ุงู„ุฏุงุฑู‚ุทู†ูŠ ูˆุณูƒุช ุนู†ู‡ ุงู„ุญุงูุธ ููŠ ุงู„ุชู„ุฎูŠุตRasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam melarang seorang imam berdiri di atas sesuatu sedangkan makmum ada di belakangnya, yakni di bawahnya. HR Ad Daruquthni, Al Hafizh mendiamkannya dalam At TalkhishKata "fauqa" di atas menunjukkan ketinggian yang begitu lainูˆุนู† ู‡ู…ุงู… ุงุจู† ุงู„ุญุงุฑุซ ุฃู† ุญุฐูŠูุฉ ุฃู… ุงู„ู†ุงุณ ุจุงู„ู…ุฏุงุฆู† ุนู„ู‰ ุฏูƒุงู† ูุฃุฎุฐ ุฃุจูˆ ู…ุณุนูˆุฏ ุจู‚ู…ูŠุตู‡ ูุฌุจุฐู‡ ูู„ู…ุง ูุฑุบ ู…ู† ุตู„ุงุชู‡ ู‚ุงู„ ุฃู„ู… ุชุนู„ู… ุฃู†ู‡ู… ูƒุงู†ูˆุง ูŠู†ู‡ูˆู† ุนู† ุฐู„ูƒุŸ ู‚ุงู„ ุจู„ู‰ุŒ ูุฐูƒุฑุช ุญูŠู† ุฌุฐุจุชู†ูŠDari Hamam bin Al Harits, bahwa Hudzaifah mengimami manusia di daerah Madaain di atas ketinggian, maka Abu Mas'ud menarik gamisnya, dan setelah sholat usai dia berkata "Apakah kamu tidak tahu bahwa mereka dilarang seperti ini?" Hudzaifah menjawab "Ya, aku baru ingat saat setelah kamu menarik gamisku." HR. Abu Daud, Asy-Syafi'iy, Al Baihaqiy. Dishahihkan oleh Al Hakim, Ibnu Hibban, dan Ibnu KhuzaimahSyekh Sayyid Sabiq rahimahullah mengatakan "Dimakruhkan bagi imam berdiri lebih tinggi dari makmum." Tapi jika lebih tinggi untuk keperluan mengajarkan makmum maka hal itu tidak apa-apa. Syekh Sayyid Sabiq melanjutkanูุฅู† ูƒุงู† ู„ู„ุงู…ุงู… ุบุฑุถ ู…ู† ุงุฑุชูุงุนู‡ ุนู„ู‰ ุงู„ู…ุฃู…ูˆู… ูุฅู†ู‡ ู„ุง ูƒุฑุงู‡ุฉ ุญูŠู†ุฆุฐุŒ ูุนู† ุณู‡ู„ ุจู† ุณุนุฏ ุงู„ุณุงุนุฏูŠ ู‚ุงู„ ุฑุฃูŠุช ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุฌู„ุณ ุนู„ู‰ ุงู„ู…ู†ุจุฑ ุฃูˆู„ ูŠูˆู… ูˆุถุน ููƒุจุฑ ูˆู‡ูˆ ุนู„ูŠู‡ ุซู… ุฑูƒุน ุซู… ู†ุฒู„ ุงู„ู‚ู‡ู‚ู‡ุฑูŠ ูˆุณุฌุฏ ููŠ ุฃุตู„ ุงู„ู…ู†ุจุฑ ุซู… ุนุงุฏ ูู„ู…ุง ูุฑุบ ุฃู‚ุจู„ ุนู† ุงู„ู†ุงุณ ูู‚ุงู„ ุฃูŠู‡ุง ุงู„ู†ุงุณ ุฅู†ู…ุง ุตู†ุนุช ู‡ุฐุง ู„ุชุฃุชู…ูˆุง ุจูŠ ูˆู„ุชุชุนู„ู…ูˆุง ุตู„ุงุชูŠ ุฑูˆุงู‡ ุฃุญู…ุฏ ูˆุงู„ุจุฎุงุฑูŠ ูˆู…ุณู„ู…Jika ketinggian imam itu ada maksud tertentu kepada makmum maka saat itu tidak makruhkan. Dari Sahl bin Sa'ad As Sa'idiy dia berkata "Aku melihat Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam duduk di atas mimbar di hari pertama mimbar itu diletakkan. Di atasnya Dia bertakbir lalu ruku', lalu beliau turun dan mundur, kemudian sujud di terasnya mimbar lalu beliau kembali ke mimbar, lalu menghadap ke manusia dan bersabda "Wahai manusia, aku lakukan seperti tadi tidak lain hanyalah agar kalian ikuti dan untuk mengajarkan sholatku" . HR Al-Bukhari, Muslim, Ahmad Baca Juga Wallahu A'lamrhs

hukum rumah lebih tinggi dari masjid